Kisah di Balik Moammar Khadafi
Internasional / Minggu, 27 Maret 2011 10:17 WIB
BAGAIMANA Anda bisa menggambarkan seseorang seperti Mommar Khadafi? Selama hidupnya 60 tahun lebih, pemimpin Libya ini muncul di panggung dunia dengan gaya yang begitu unik. Istilah "eksentrik" atau "maverick" atau "nyeleneh" tak pernah cukup untuk menggambarkan dia.
Selama kepemimpinannya, Khadafi menjadi pahlawan revolusi hingga menjadi paria internasional, lalu akhirnya menjadi mitra strategis dan sekarang kembali menjadi paria.
Dia mengembangkan falsafah politiknya sendiri, menulis buku yang menurut penulisnya, begitu berpengaruh sampai-sampai mengalahkan apa pun yang diimpikan Plato, Locke, ataupun Marx.
Dia hadir dalam berbagai pertemuan internasional dan Arab, terlihat sangat menonjol, bukan hanya karena gaya berpakaiannya yang menyolok dan mewah tetapi juga pidatonya yang blak-blakan dan perilakunya yang tidak biasa.
Seorang pengamat Arab menjuluki Khadafi sebagai "Picasso politik Timur Tengah".
Pada masa jayanya, ketika mulai berkuasa lewat kudeta militer tak berdarah pada 1969, Khadafi adalah perwira militer muda, tampan, dan berkharisma.
Pengikut Presiden pertama Mesir Jamal Abdul Naser (dia bahkan ikut memakai pangkat militer yang sama. Mempromosikan dirinya dari kapten menjadi kolonel setelah kudeta. Khadafi pertama-tama menetapkan cara mengatasi warisan ketidakadilan ekonomi yang waktu itu sangat dikuasai pihak asing.
Bagi Nasser, ketidakadilan itu adalah Terusan Suez. Bagi Khadafi, ketidakadilan itu adalah minyak.
Cadangan minyak ditemukan di Libia pada akhir 50-an, tapi pengeksploitasiannya dikuasai perusahaan minyak asing. Mereka inilah yang menentukan harga sesuai dengan kebutuhan konsumen di dalam negeri mereka masing-masing. Selain itu pengusaha asing itu menikmati setengah dari pendapatan.
Kolonel Khadafi menuntut perundingan ulang kontrak-kontrak itu dan mengancam akan menutup produksi jika perusahaan-perusahaan itu menolak.
Istilah Khadafi yang terkenal dalam mengancam perusahaan-perusahaan minyak asing adalah "orang yang selama 5.000 tahun hidup tanpa minyak, masih bisa hidup tanpa minyak selama beberapa tahun lagi demi memperoleh hak mereka kembali".
Langkah itu berhasil dan Libia menjadi negara berkembang pertama yang mendapatkan bagian mayoritas dari pendapatan produksi minyak di negaranya. Negara-negara lain kemudian mengikuti preseden ini dan pada tahun 1970-an boom minyak Arab dimulai.
Libia berada dalam posisi paling strategis untuk menikmati keuntungan. Ketika itu tingkat produksinya sudah menyamai negara-negara Teluk dan Libia saat itu adalah negara terkecil di Afrika (dengan tiga juta penduduk pada saat itu), Libia dengan cepat meraup emas hitam ini.
Khadafi tidak mengikuti doktrin nasionalisme Arab atau menunjukkan konsumerisme berlebihan yang melanda kawasan Teluk saat itu. Karena itulah Libia menjadi negara makmur di Timur Tengah.
Karakternya yang lincah mengantarkan dia dan Libia ke jalan yang baru.
Terlahir dari orang tua Badui yang nomaden pada tahun 1942, Muammar Khadafi jelas seorang pria yang pintar, penuh akal tetapi dia tidak menjalani sistem pendidikan yang ketat, selain belajar membaca Al-Quran dan latihan militer.
Walau begitu, awal tahun 70-an dia membuktikan diri sebagai filusuf politik terkenal, mengembangkan satu teori bernama teori universal ketiga yang dipaparkannya secara mendalam dalam buku terkenalnya Green Book, Buku Hijau.
Teori dia menyelesaikan kontradiksi yang ada secara melekat dalam kapitalisme dan komunisme, guna mengantarkan dunia ke revolusi politik, ekonomi dan revolusi sosial dan membebaskan kalangan tertindas di manapun.
Berkat nihilnya tentangan terhadap pemerintahannya di dalam negeri, Khadafi berhasil membawa kampanyenya menentang imperialisme ke seluruh dunia.
Dia mendanai dan mendukung kelompok-kelompok militan dan gerakan perlawanan kemerdekaan di manapun yang dia temui.
Jika banyak pemerintah tidak memperdulikan catatan hak asasi manusia mereka di dalam negeri dan menghukum para pembangkang di luar negeri, tindakan mendukung kelompok-kelompok perlawanan adalah masalah lain.
Satu pemboman di sebuah klub malam yang digunakan oleh para tentara Amerika Serikat di Berlin tahun 1986, yang dianggap dilakukan oleh agen Libia, terbukti merupakan titik balik.
Presiden Amerika Serikat (saat itu) Ronald Reagan memerintahkan serangan udara ke Tripoli dan Benghazi sebagai balasan atas kematian dua tentara Amerika di klub malam itu. Walaupun, sampai saat ini, tidak ada bukti pasti kecuali hanya "obrolan kabar burung" bahwa Libia memerintahkan serangan klub malam itu.
Pembalasan Amerika itu bertujuan untuk membunuh "anjing gila Timur Tengah", seperti Reagan menjuluki Khadafi.
Walau kerusakan parah dan sejumlah orang tewas, termasuk putri angkat Khadafi, pemimpin Libia itu justru muncul semakin kuat.
Reputasi dia bahkan semakin bersinar di antara para penentang kebijakan luar negeri Amerika yang terlalu keras.
Pemboman penerbangan Amerika Pan-Am nomor 103 di atas kota Lockerbie, Skotlandia, pada tahun 1988 mempertegas sikap Amerika terhadap Libia.
Pemboman ini menewaskan 270 orang penumpang dan orang-orang yang ada di Lockerbie, ini adalah aksi terorisme terbesar yang pernah terjadi di Inggris Raya. Lagi-lagi Libia dituudh sebagai dalang pelakunya.
Keputusan Khadafi menolak menyerahkan dua tersangka Libia ke aparat hukum Skotlandia, melahirkan sanksi-sanksi PBB terhadap Libia dan proses perundingan yang panjang. Akhirnya perseteruan itu berakhir tahun 1999 setelah Libia penyerahan kedua tersangka tersebut dan pengadilan terhadap mereka dilakukan.
Salah satunya, Abdelbaset Ali al-Megrahi dijatuhi hukuman penjara seumur hidup, tetapi seorang lagi dinyatakan tidak bersalah.
Penyelesaian kasus Lockerbie bersama-sama pengakuan Khadafi soal program senjata pemusnah massal dan senjata nuklirnya yang tersembunyi dan keputusan dia untuk menghentikannya, membuka jalan bagi perbaikan hubungan Libia dengan Barat.
Namun 'anjing gila' yang mulai jinak itu kembali marah melihat intervensi militer pimpinan Amerika semasa Presiden George W Bush di Irak tahun 2003.
Menurut berita, Khadafi menonton nasib Saddam Hussein yang mati digantung oleh warga Irak dan dia memetik pelajaran penting dari kasus ini.
Mungkin pantas kalau kita beranggapan bahwa Khadafi menggunakan kartu senjata pemusnah massal ketika dia melihat memang ada untungnya menjalin kerjasama strategis dengan Amerika dan Eropa.
Dengan dicabutnya sanksi-sanksi internasional, Tripoli kembali masuk dalam agenda politik internasional.
Mantan Perdana Menteri Inggris Tony Blair termasuk di antara banyak kepala negara yang datang menyinggahi tenda Badui milik Khadafi yang mewah yang dipasang di istananya di Tripoli.
Ironisnya, justru di dunia Arab statusnya sebagai pemimpin paria belum bergeming.
Sepanjang tahun 2000-an, konferensi tingkat tinggi Liga Arab pasti terganggu dengan keeksentrikan pemimpin Libia ini.
Misalnya menyalakan rokok dan menghembuskan ke wajah pemimpin Arab yang duduk di sebelahnya, atau menghina pemimpin negara-negara Teluk dan pemimpin Palestina, atau menyebut dirinya sebagai "raja dari para raja Afrika".
PBB juga mengalami keekstrentrikan Khadafi. Dalam rapat Majelis Umum tahun 2010, dia berpidato selama satu seperempat jam, padahal cuma diberi waktu sepuluh menit. Bahkan dia berpidato sambil menyobek-nyobek Piagam PBB.
Ketika angin revolusi berhembus ke dunia Arab dari Tunisia pada bulan Desember 2010, Libia bukan berada dalam urutan teratas daftar "negara berikutnya".
Khadafi memang penguasa otoriter yang berkuasa puluhan tahun, tetapi dia tidak dipandang sebagai boneka Barat seperti layaknya pemimpin negara-negara Arab lain yang dituduh mementingkan kepentingan Barat daripada rakyatnya sendiri.
Dia membagi-bagikan kekayaan untuk rakyat. Tetapi sulit membantah bahwa dia membagi-bagikan kekayaan lebih demi membeli kesetiaan rakyatnya daripada untuk mendorong persamaan.
Dia mensponsori pekerjaan umum yang besar seperti proyek pengadaan air buatan manusia yang terkenal bernama Klik Great Man-Made River yang memasok air segar ke negara gurun Libia.
Bahkan ada juga Tripoli Spring yaitu memberikan pemahaman kepada warga Libia di pengasingan bahwa mereka bisa pulang ke tanah air tanpa diadili atau dipenjara.
Ketika seruan aksi demonstrasi "Hari Kemarahan" beredar pertama kali, Khadafi berjanji untuk ikut berdemonstasi dengan rakyat, sesuai dengan mitos yang dia kembangkan bahwa dia adalah "saudara pemimpin dalam revolusi" yang sudah lama memberikan kekuasaan kepada rakyat.
Ternyata, bau kebebasan serta kemungkinan menggulingkan Khadafi, seperti halnya menjatuhkan Hosni Mubarak di Msir dan Ben Ali di Tunisia, merupakan godaan yang terlalu kuat untuk ditentang di antara rakyat Libia, terutama di Libia Timur.
Beberapa rekaman awal pemberontakan dari Benghazi di Libia Timur memperlihatkan anak-anak muda Libia menghancurkan monolit-monolit Buku Hijau di luar gedung pemerintah yang menggambarkan doktrin pembebasan Khadafi.
Sangat mungkin, Khadafi akan membalas dengan segala kemampuannya agar tetap berkuasa. Tidak ada catatan di masa lalu yang mengisyaratkan dia akan menyerahkan kekuasaan.(MI/ICH)
Sumber:
http://www.metrotvnews.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar